Dendangan “Kapal Belon” : Aspek Sejarah dan Moral

               Dendangan “Kapal Belon” : Aspek Sejarah dan Moral Sambas memiliki sejuta kekayaan seni yang identik dengan Melayu. Sesuai budaya masyarakat Sambas yang menggunakan tradisi lisan yang selalu diluahkan dalam bentuk pantun maupun syair nyanyian. Tradisi lisan ini bisa dikatakan sebagai eksperesi seni melalui apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan di yakini melalui panca indra. Inspirasi itu sendiri jelas diperoleh dari pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya pengalaman saat kita jatuh cinta, sedih, marah dan bahagia. Lirik lagu sebenarnya dapat muncul setiap saat ketika kita memikirkan sesuatu sesuai apa yang terjadi. Tidak hanya itu, pengaruh zaman juga berpengaruh dalam sebuah dendangan lagu melalui lirik dan nadanya. Maka akan muncul nilai-nilai yang terkandung sesuai hal-hal yang mempengaruhinya. 
            Di tinjau dari aspek historis dan budaya, Lagu-lagu Sambas yang didendangkan sering menggambarkan masyarakat Sambas terdahulu. Sejak masuknya Islam, segala tatanan kehidupan berubah dan Islam sangat mengakar dari segala aspek kehidupan masyarakat Sambas termasuk lagu. Ia lebih mengandung nilai moral seperti nilai yang terkandung dalam agama Islam. Disebabkan masyarakat melayu Sambas yang suka berkias, maka irama lagunya berirama pantun. Liriknya menggunakan bahasa melayu Sambas jelas menunjukkan dialek yang digunakan adalah bahasa lokal Sambas, sehingga kita bisa mengidentifikasinya sebagai lagu Sambas. Dengan sebuah lagu, banyak hal yang dapat kita kaji. Lihat lirik lagu “KAPAL BELON” di bawah ini:
Ya kapal, ya kapal belon 
Kapal belon mudik ke Sadong 
Ya kapal, ya kapal belon 
Kapal belon mudik ke Sadong 

Apelah muatan Jeluttung, gattah jeluttung 
Apelah muatan Jeluttung, gattah jeluttung 
Apelah muatan Jeluttung, gattah jeluttung 
Ya baju, ya baju merah Baju merah silendang gadung 
Ya baju, ya baju merah Baju merah silendang gadung 
Sodah nak suke birah, Tahan- tahan nafsu di gantong 

Sari Borneo namenye kapal masok Sambas selalu sakal 
Sari Borneo namenye kapal Masok Sambas selau sakal 
Nahkodenye indak berakal Tantukan batu maseh di baddal 
Sultan smbas suloh lah nagri, 
Gek marek zaman udah bepasan Sultan smbas suloh lah nagri, 
Gek marek zaman udah bepasan,
 Jagelah naka bini Kalak dimakan jaman Jagelah naka bini Kalak dimakan jaman 
         Lagu diatas menceritakan salah satu sejarah Sambas dan dapat dijadikan sebagai bahan pendukung kajian sejarah. Menurut Firman mahasiswa Universitas Tanjungpura Pontianak dalam kajiannya Pemaknaan Lirik Lagu Sambas yang mana sebuah kapal yang bernama Belon adalah panggilan masyarakat Sambas terdahulu terhadap sesuatu yang tidak lepas dari suatu kawasan. Nama asli Kapal Belon adalah kapal Sari Borneo. Dalam catatan sejarah, Kapal Sari Borneo merupakan kapal Inggris membawa sumber daya alam Sambas yakni karet jelutong serta membawa utusan resmi pemerintah kerajaan Inggris ke Batavia untuk menyampaikan surat tentang ketetapan pengakuan dan pengesahan Pangeran Anom menjadi Sultan Sambas pada tahun 1815. Ketika kapal tersebut kembali ke Sambas menyelusuri sungai-sungai kecil Sambas, ternyata mengalami kendala karena melanggar batu-batu bekas pertahanan Sambas dari serangan Inggris sehingga tenggelam. Saat ini, bangkai kapal tersebut masih ada di sungai kecil Sambas desa Sebatu’ Kecamatan Sebawi.
              Pada lirik yang mengatakan Sultan Sambas sulohlah negri (Sultan Sambas penerang negri), dapat di simpulkan bahwa kepatuhan masyarakat Sambas dan mereka sangat menyunjung tinggi terhadap Sultan dan perintahnya. Hal ini menunjukan, lagu ini diciptakan pada masyarakat yang hidup pada masa kerajaan yang mana Sultannya juga tidak hanya menjalankan pemerintahan saja, tetapi sebagai Sultan yang juga mementingkan sosial moral rakyatnya. Terdapat lirik yang cukup jelas mengandung pesan moral ada dua yaitu:
1.Sodah nak suke birah, Tahan- tahan nafsu di gantong, bahwa kita sebagai manusia harus lah       menahan nafsu terutama birah (nafsu birahi) yang mana nafsu tersebut hanyalah membawa kepada hal yang buruk dan dosa terhadap diri kita sendiri.
2.Gek marek zaman udah bepasan, jagelah anak bini kalak dimakan jaman, Sultan Sambas sudah berpesan sejak dulu bahwa suami sebagai imam keluarga harus menjaga dan memperhatikan anak dan istrinya agar tidak tenggelam dengan arus globalisasi yang akhirnya akan menenggelamkan budaya sendiri Jadi, melalui sebuah lagu, kita dapat memahami maksud dan pesan dari pencipta lagu itu. Bahkan melalui sebuah lagu kita mampu mengkaji gambaran masyarakat masa lalu, bukan?

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Lagu Sambas

Lirik Lagu Gile Lelong (Sambas)